Langsung ke konten utama

Cerbung | Ternyata Mamaku (II)

Eps 2 of 2
SEBELUMNYA BACA PART 1 DISINI

Beberapa hari berlalu setelah kejadian itu. Aku sering berpapasan dengan pak Jupri di luar rumah, dia hanya tertawa cengengesan saja ke arahku. Melihat wajahnya itu sungguh membuat aku muak! Aku yakin dia masih terus menyetubuhi mama ketika kami anak-anaknya sibuk sekolah dan papa sibuk berkerja.

Setelah kejadian hari itu aku juga sering beronani, parahnya aku malah onani sambil menghayal mamaku sedang disetubuhi oleh pria brengsek itu. Sebenarnya aku ingin minta dionanikan oleh mama, tapi aku takut memintanya, lagian tidak ada kesempatan karena ada
orang di rumah. Hari ini sepulang sekolah, akupun memberanikan diri untuk memintanya, mumpung hanya ada aku dan mama di rumah.

Segera aku menuju ke kamar mama. Tampak mama baru saja selesai mandi. Dia hanya mengenakan handuk putih. Perut mama yang buncit karena hamil tampak menekan handuk itu. Pemandangan yang terlihat seksi dan menggairahkan bagiku.

“Ma…”panggilku dari depan pintu.
“Ya sayang?”

“Aku mau keluarin sperma lagi, boleh?”
“Hihihi… kamu ini. Kan udah mama bilang waktu itu kalau mau keluarin peju bilang aja ke mama”

“Berarti boleh ma?”
“Boleh… sini-sini” jawab mama tersenyum manis. Dadaku berdebar saking senangnya.

Akupun segera masuk ke dalam kamar mama. Segera ku turunkan celanaku sehingga penisku yang sudah tegang sedari tadi kini terjuntai di hadapannya.

“Buka aja bajumu sayang… telanjang aja, cuma ada kamu dan mama kok sekarang di rumah” suruh mama. Akupun menuruti perkataannya. Ku buka juga bajuku sehingga kini aku telanjang bulat di dalam kamar mama. Tanpa menunggu lagi segera ku kocok penisku.

Mama sampai tertawa kecil melihat aku yang sepertinya sangat bernafsu pada dirinya.

“Hihihi, buru-buru amat sih? Santai aja, Papa dan adik-adikmu masih 1 jam lagi kok pulangnya” ujar mama mendekat lalu mengacak-ngacak rambutku. Aku dapat mencium harum tubuh mama dari jarak ini. Wangi sabun dari tubuhnya membuat aku semakin horni.

“Ma… buka handuknya dong…” pintaku dengan nafas berat karena sudah terlalu bernafsu.
“Iya… Dasar ih kamu…” Sambil terus senyum-senyum memandangku mamapun mulai melepaskan ikatan handuknya. Dia kini telanjang bulat di depanku. Aku jadi semakin bernafsu melihat pemandangan ini. Tubuh telanjang ibu kandungku dengan kulit putih mulusnya terpampang di hadapanku. Perut buncitnya yang sedang hamil kini tidak tertutupi lagi.

Sungguh seksi. Kocokankupun semakin cepat dibuatnya.
“Pengen kayak yang waktu itu lagi nggak kamunya?” tanya mama senyum-senyum kecil.

Dia lalu berbaring di tempat tidur kemudian merentangkan tangannya. Aku girang bukan main. Segera aku langsung terjun berbaring ke sebelahnya. Aku senang sekali bisa berduaan lagi peluk-pelukan di atas ranjang mamaku ini. Akhirnya kejadian seperti waktu itu terulang lagi. Aku menyusu pada mama sambil mama mengocok penisku. Ini sungguh posisi yang paling aku suka.

Senyum manis mama yang selalu berusaha memandangku selama aku menyusu dan dikocok juga makin membuat aku terbuai. Aaaahh… Seandainya aku bisa memiliki mama seorang diri, seandainya tidak ada si Jupri brengsek itu.

“Ma… tadi mama gituan lagi yah sama pak Jupri?” tanyaku setelah melepaskan kulumanku pada puting mama.
“Iya… kenapa sayang?”

“Mama kok mau-maunya sih sama pak Jupri?”
“Dia cuma beruntung aja kok…”

“Gimana awalnya sih ma?” tanyaku lagi penasaran.
“Hmm… gimana ya... Ya dia cuma beruntung aja waktu itu datang ke rumah. Terus lihat mama lagi main-main sama terong, mama lagi pengen banget waktu itu sayang karena udah lama gak dapat jatah dari papa. Jadi dia mulai deh, awalnya mama gak mau, orangnya kan
jelek kayak itu, beda dengan papa dan pacar-pacar mama yang dulu. Tapi dia terus maksa mama, karena mama juga udah horni ya kejadian deh” jelas mama sambil tetap terus mengocok penisku.

“Emang kapan tuh ma? Kok orang rumah gak ada yang tahu?”
“Yeee… kalau ketahuan bisa gawat dong, hihihi.. Hampir 2 tahun yang lalu, sejak kita baru pindah ke sini, berarti waktu kamu kelas 3 SMP. Sampai sekarang gak bosan-bosan tuh orang” jawab mama. Tentu saja, dengan tubuh seindah dan wajah secantik mama siapa
juga yang bakalan bosan. Apalagi mama mau-maunya disetubuhi dengan kasar seperti yang aku lihat waktu itu.

Walaupun aku kesal sama pak Jupri, tapi entah kenapa aku ingin melihatnya lagi menyetubuhi mama.

“Ma… boleh nggak besok aku gak sekolah?”
“Hah? Ngapain? Emang kenapa kamu gak sekolah?” tanya mama heran sampai kocokannya pada penisku terhenti.

“A..aku mau lihat mama gituan lagi”
“Duh… kamu ini, kamu suka yah sayang lihat mama disetubuhi orang lain?”

“I..iya ma”
“Hihihi, dasar, ternyata anak mama ini nakal juga, punya fantasi jorok ke mamanya. Tapi masa sampai bolos sekolah pula sih? Jangan ah…” jawab mama sambil kembali melanjutkan kocokannnya.

“Yah.. ma, sekali-kali mah… boleh yah…”
“Hmmph… kamu ini, ya sudah deh boleh, dasar kamu ini anak nakal” ucap mama genit sambil mengecup keningku.

“Hehe, makasih mah…”

“Ya sudah, buruan dong keluarin spermanya, ntar papa keburu pulang lho, bisa kacau nanti kalau papa ngelihat kamu mesum ke mama kayak gini, hihihi”
“Eh, i..iya mah” Akupun kembali mengenyot buah dada mama untuk menghisap susunya. Meskipun mama tadi bilang buruan, tapi aku tetap melakukannya dengan santai, aku ingin
menikmatinya. Satu tanganku kembali meraba-raba tubuh mama, baik buah dadanya maupun perut buncitnya.

Mamapun tampaknya mengerti, dia pasrah saja membiarkan aku yang masih sangat ingin berlama-lama dengannya seperti ini. Sambil aku terus mengenyot buah dadanya, mama juga terus mengocok penisku dengan telaten, sesekali dia meremas buah zakarku dengan lembut. Aroma tubuh serta senyum manisnya sungguh membuat aku nyaman.

Hingga akhirnya beberapa saat kemudian akupun tidak tahan untuk memuntahkan spermaku. Mama yang menyadarinyapun mempercepat kocokan tangannya.

“Maaaa”

Crooott


Spermaku muncrat berhamburan dengan nikmatnya. Tangan mama terus mengocok pelan penisku sampai pejuku keluar seluruhnya, sementara aku mengerang kenikmatan sambil terus menyedot susu mama. Sungguh orgasme yang luar biasa!

 “Udah? Puas?”
“Belum sih ma, hehe” Ya, aku memang tidak pernah puas.

“Dasar, udah sana.. bentar lagi Papa dan adik-adikmu pulang. Disambung besok pagi aja, kan katanya besok gak sekolah, hihihi.”

“I..iya mah” Akupun bangkit dan segera berpakaian, begitu pula mama. Tidak lama kemudian Papapun pulang. Mama kembali berperilaku seperti istri yang setia dan ibu yang baik. Mereka tidak tahu, kalau di belakang mereka mama diam-diam sudah sering berzinah. Papa tidak tahu, kalau anak yang sedang di kandung mama mungkin bukanlah anaknya.

. . .


Besoknya, seperti yang direncakan, akupun tidak pergi sekolah. Aku berpura-pura sakit perut. Tentunya hanya mama yang tahu kalau aku sedang berpura-pura supaya aku bisa menonton aksi zinahnya nanti. Setelah papa dan adik-adikku berangkat, barulah aku kembali bertingkah normal.

“Udah sembuh yah sayang?” goda mama saat aku turun dari kamarku.
“Udah ma..”

“Huu… pengen lihat mama dizinahi orang jadi sembuh yah? hihihi”
“Eh, itu… Hehehe” Ah… entah kenapa aku jadi berdebar-debar menunggu pak Jupri datang kerumah untuk berkawin dengan mamaku. Belum apa-apa penisku sudah ngaceng.
Aku kemudian melihat mama senyum- senyum padaku, dia menurunkan tali dasternya, dengan sedikit sentuhan, dasternya itu kemudian jatuh terlepas dari tubuhnya. Mama telanjang bulat!

“Mama telanjang??”
“Iya… kenapa? Selama ini kalau kalian udah pergi dan mama sendirian di rumah, mama juga selalu begini” jawabnya dengan senyum genit.

“Ooh…” aku tidak menyangka, ternyata mama sangat nakal di belakang kami!

Mama kemudian beres-beres rumah dengan bertelanjang bulat. Sebuah pemandangan yang membuat aku berdegub kencang. Mama terlihat sangat seksi. Dengan kondisi perut buncit
karena hamil dia tetap lihai membersihkan rumah. Sesekali mama melempar senyum padaku seakan-akan dia tahu kalau aku sedang terpesona melihatnya. Setelah selesai membersihkan rumah, pak Jupripun datang. Waktunya sunguh pas. Mereka sepertinya sudah terbiasa dengan rutinitas dosa ini.

“Woi, lo gak sekolah? Sengaja pengen lihat mama lo gue entotin lag?” ledek pak Jupri padaku.

“Andi tadi katanya sakit perut mas” jawab mama sambil mengedipkan mata padaku. “Tapi gak apa kan mas kalau Andi ikut nonton lagi?” kata mama kemudian.

“Ya gak apa, gue malah senang bisa ngentotin lo di depan anak-anak lo, huahahaha” jawab pak Jupri seenaknya. Pak Jupri lalu ngobrol-ngobrol sedikit dengan mama sambil menyeruput kopinya, beberapa perkataannya malah merendahkan aku dan papa. Setelah itu pak Jupri lalu menarik tangan mama dengan kasar ke dalam kamar. Sungguh bejat! Tidak tahu diuntung! Walupun begitu, aku lagi-lagi dibuat konak meskipun sakit hati dengan perlakukan kasarnya pada ibu kandungku ini. Pak Jupri yang tahu reaksiku malah cengengesan remeh kepadaku. Mama malah menjerit manja.

“Sayang….” Sambil diseret pak Jupri mama memanggilku, seakan mengajak aku untuk ikut masuk ke dalam kamar. Akupun menyusul mereka ke dalam kamar. Mereka sudah di atas ranjang, saling bergumul, berciuman dan bertukar air liur! Aku geli sekaligus horni melihat mama mau-maunya menampung liur pak Jupri yang sengaja meludah ke mulutnya.

Mama malah sengaja melirik kepadaku saat menampung liur itu, seakan sengaja membuatku semakin cemburu serta bernafsu kepadanya. Setelah menelannya dia malah tersenyum dan tertawa ke arahku. Perasaanku sungguh campur aduk! Mereka terus melakukan hal itu berkali-kali.

Puas berciuman, pak Jupri yang tidak tahan segera menyetubuhi mama dengan gaya anjing. Seperti kemarin, aku disuruh ikut naik ke atas ranjang untuk melihat bagaimana dia menggenjot mamaku dari dekat. Sambil menonton mamaku disetubuhi, aku terus mengocok
batang penisku dengan tanganku sendiri, sesekali juga sambil meraba-raba tubuh mama.

Tapi apa yang diucapkan pak Jupri berikutnya membuat aku terkejut sekaligus girang.

“Eh, lo sepong dong kontol anak lo…” suruh pak Jupri pada mama. Mama terlihat terkejut mendengarnya, akupun demikian, tapi aku juga antusias menginginkannya. Aku ingin merasakan penisku dijilati oleh mama.

“Sepong punyanya Andi pak?”
“Iya, sepong kontol anak kandung lo, kasihan tuh cuma bisa ngocok aja lihat mamanya gue entotin, huahaha”

Mama terlihat ragu. Mungkin dia tidak pernah terpikir untuk melakukan hal yang cukup jauh seperti itu pada anaknya sendiri. Namun kemudian aku malah melihat wajah mama menunjukkan rasa penasaran. Ada birahi yang terpancar dari matanya.

“Hmm… Sayang, penis kamu… mau mama jilatin?”tanya mama padaku.
“M..mau mah…” tentu saja aku mau.

“Hihihi, dasar, sekarang kamu kayaknya benar-benar nafsu sama mama sendiri yah…” tawa mama renyah.

“Huahaha, kan udah gue bilang siapapun pasti nafsu sama lo, termasuk anak lo sendiri” ledek pak Jupri yang dibalas mama dengan senyuman.

“Ya sudah, sini sayang mendekat” suruh mama sambil membuka mulutnya. Aku dengan dada berdebar menggeser maju tubuhku dan mulai mengarahkan penisku ke mulut mama, dan ‘Hap’ penisku masuk ke mulut mama. Ibu kandungku baru saja memasukkan penis
anaknya sendiri ke dalam mulutnya. Badanku gemetar, rasanya sungguh luar biasa!

“Huahahaha, gimana? Enak kan mulut mama lo?” Pak Jupri terbahak sambil lanjut menggenjot vagina mama. Aku tidak ingin menjawabnya, aku hanya terus memandangi wajah mama. Dia terus menatapku bahkan berusaha tersenyum padaku meskipun mulutnya
sedang tersumpal penis. Sungguh membuat aku jadi semakin bernafsu hingga akupun memaju-mundurkan pinggulku seakan menyetubuhi mulut mama.

Sebuah pemandangan yang sangat ganjil dan gila, apalagi kalau terlihat oleh papa.
Entah apa jadinya bila dia melihat istri yang dia cintai, yang dia pikir adalah istri yang setia dan penurut, sedang digenjot depan belakang oleh bapak tetangga dan anaknya sendiri.
Setelah beberapa lama, akupun tidak kuat untuk menahan laju spermaku. Sepertinya pak Jupri juga demikian.

Sesaat kemudian kamipun sama-sama menyemprotkan sperma kami ke tubuh mama. Pak Jupri muncrat di vagina mama sedangkan aku di mulut mama. Mama melenguh, mungkin dia ingin agar aku tidak muncrat di mulutnya, tapi tidak sempat dia katakan, sehingga akhirnya
spermaku muncrat memenuhi rongga mulutnya. Namun ternyata mama akhirnya malah menelan semua spermaku sambil penisku masih bersarang di mulutnya.

“Gila lo! Mulut emak sendiri dipejuin.. hahaha” tawa pak Jupri membahana.

Mama hanya tersenyum memandangku sambil menyeka tepi mulutnya. Aku merasa berdosa telah berbuat seperti ini pada mama, tapi memang rasanya sungguh nikmat. Aku justru ketagihan.

Setelah beristirahat lebih dari setengah jam, kami mengulanginya kembali. Sama seperti tadi, pak Jupri menggenjot vagina mama dari belakang, sedangkan aku menggenjot mulut mama. Sambil pak Jupri menyetubuhi mama, dia terus saja berkata-kata yang tidak pantas pada
aku dan mama. Dan sekali lagi, kami muncrat dengan cara yang sama seperti tadi. Aku mengotori mulut mama dengan spermaku lagi. Merasa puas, setelah ronde itu akhirnya pak Jupri pulang ke rumahnya.

. . .


Hari-hariku bersama mama kini sudah berubah. Hampir tiap hari aku selalu
meminta dionanikan serta minta oral kepadanya. Tentunya kami melakukannya ketika Papa dan adik-adikku tidak ada di rumah, walaupun pernah juga kami melakukannya diam-diam meskipun mereka ada di rumah. Sebenarnya aku pernah meminta pada mama apa aku juga
boleh menyetubuhinya, tapi ternyata mama dengan keras menolak. Aku harap hanya masalah waktu saja, karena semakin hari aku semakin bernafsu pada ibu kandungku ini.

Aku juga semakin sering bolos sekolah dengan berbagai alasan, bahkan pernah pura-pura pergi ke sekolah tapi kemudian balik lagi ke rumah. Semuanya hanya demi melihat mamaku disetubuhi oleh pak Jupri tetangga kami yang jelek itu. Sensasi sakit hati namun menggairahkan itu sungguh membuat aku ketagihan.
Hingga suatu hari aku terkejut mendengar cerita kedua adikku kalau mereka pernah melihat mama mengemut penisku. Aksiku dan mama ketahuan! Aku tentunya mencoba mengelak, tapi mereka berkata sangat yakin dengan apa yang mereka lihat. Akupun terpaksa
mengancam mereka supaya tidak cerita ke siapa-siapa, terutama pada Papa.
Untung saja mereka mau menurut karena mereka berdua memang takut padaku dari dulu.
Aku lalu memberi tahu mama kalau Andra dan Bobi pernah melihat perbuatan kami waktu itu.
“Duh… tuh kan ketahuan, kamu sih sayang… maksa banget mintanya waktu itu, padahal ada mereka di rumah, ketahuan tuh kan jadinya… huuuh” ujar mama manja setelah aku
memberitahunya, tampak wajah mama panik. Mungkin dia takut kalau Andra dan Bobi akan mengadu ke papa.
“Tapi aku yakin mereka gak bakal bilang pada siapa-siapa kok ma… sudah aku suruh diam”
“Iya… tapi kan tetap saja ketahuan. Pantesan mereka tadi diam-diam aja ke mama” Mama sepertinya masih tidak menyangka kalau perbuatan gilanya ketahuan satu-per satu. Kemarin
ketahuan berzinah dengan pak Jupri olehku, sekarang aksiku dan mama yang ketahuan oleh Andra dan Bobi.
“Hmmhh…. Tapi ya udah deh, udah ketahuan juga, ya gimana lagi” ujar mama kemudian, dia sudah terlihat lebih santai.
“Ma...”
“Hmm? Apa lagi?”
“Besok aku gak sekolah lagi boleh gak?”
“Kamu mau bolos lagi? Pengen lihat mama digituin lagi ya?”
“Iya Ma… “
“Masa bolos terus sih sayang?” tanya mama heran. Mungkin dia kesal juga melihatku jadi malas sekolah hanya demi melihat dia berbuat zinah.
“Iya Ma… boleh ya ma? Ntar aku kasih tahu papa lho” ancamku, tentu saja aku tidak serius mengancamnya, mama juga tahu itu. Dia tahu aku tidak akan memberitahu papa. Dia tahu kalau aku sudah sangat menyukai permainan ini.
“Hihihi… dasar kamu ini, iya deh iya, dasar anak nakal. Mau jadi apa sih kamu kalau kerjaannya bolos mulu, hihihi” jawab mama sambil tertawa, aku juga ikut tertawa.

. . .

Akupun tidak sekolah besoknya. Ya, lagi-lagi hanya karena demi melihat ibu kandungku ini dizinahi orang yang bukan suaminya, yaitu pak Jupri. Kami bertiga melakukannya lagi seperti yang sudah-sudah, yang mana aku juga dapat jatah sepongan dari mama yang sedang disetubuhi oleh pak Jupri. Tapi aku tidak menyangka kalau mama malah menceritakan pada pak Jupri masalah aksiku dan mama yang ketahuan oleh adik-adikku. Terang saja membuat pria brengsek itu terbahak.
“Huahahaha… Lo ketahuan sama anak-anak lo yang lain?”
“Iya Mas…” ucap mama malu-malu.
“Kenapa gak lo sepongin aja mereka? Terus suruh liat sekalian mamanya gue entotin. Gimana? Lo mau kan gue entoin di hadapan semua anak-anak lo? Hahahaha” Aku terkejut mendengarnya. Sungguh melecehkan dan semakin melunjak perangainya!
“Ditonton rame-rame sama anak-anaknya adek mas?” tanya mama balik.
Anehnya Mama justru terlihat tertarik dengan omongan si brengsek ini.
“Iya, lo mau kan?”
“Hmm.. Gak ah mas, adek malu”
“Ah… gue tau lo mau, lo itu kan jalang, lacur! Hahaha” Anjing! Sungguh brengsek si Jupri mengata-ngatai mama seenaknya, tapi ku rasa mama justru semakin bergairah dikata-katai seperti itu. Mama sepertinya memang penasaran bagaimana rasanya kalau dia disetubuhi
langsung di depan mata anak-anaknya!
“Sayang… gimana nih? Kamu setuju?” tanya mama kini padaku.
“Eh, i..itu, terserah mama aja” jawabku bingung. Sebenarnya aku tidak rela, tapi melihat mama yang sepertinya berminat, membuat aku jadi penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Ya sudah, nanti mama coba tanya ke adik-adikmu yah…” ujar mama
kemudian.
Sore harinya saat papa belum pulang. Mamapun benar-benar bertanya pada Andra dan Bobi. Aku hanya memperhatikan dan mendengar dari jauh saja.
“Kamu beneran liat kakak dan mama waktu itu sayang?” tanya mama.
“I..iya ma” jawab mereka berdua tergagap.
“Maaf yah sayang… tapi kalian gak kasih tahu papa kan?”
“Ng..nggak kok ma, tapi kok mama sampai emutin punya kakak sih?” tanya Andra.
“Hmm? Kenapa? Kalian pengen juga yah?” goda mama.
“Eh, i..itu, mau ma, aku mau”
“Bobi juga mau ma”
“ Hihihi, duh kalian ini. Sama aja dengan kakak kalian. Tapi sebelum itu… kalian pengen lihat yang lebih nggak?”
“M..maksud mama?”
“Lihat mama gitu-gituan, mau?” ujar mama sambil senyum-senyum.
“Hah? Sa..sama siapa ma? Sama kak Andi?”
“Bukaaaan” jawab mama geleng-geleng.
“Te..terus? sama Papa?” Mama menggeleng lagi sambil tetap tersenyum manis.
“Terus sama siapa Ma?”
“Sama Pak Jupri” ujar mama kemudian.
“Hah??” terang saja mereka berdua terkejut bukan main mendengarnya, sama hal nya dengan pertama kali aku menemukan mama berduaan denganbandot sialan itu.
“Mau tidak? Kok diam sih? Hihihi”
“Eh, i..itu… beneran Ma?”
“Iya… jangan kasih tahu papa yah… jadi kalian pengen lihat nggak nih?”
“M..mau Ma” jawab mereka hampir serentak. Aku yakin perasaan mereka sama denganku, mereka pasti sakit hati tapi juga penasaran karena horni.
Kecantikan mama memang membuat siapapun terpikat, termasuk anak-anaknya sendiri.
“Ya sudah, kalian tunggu dua hari lagi yah… papa kalian bakal keluar kota selama seminggu. Nanti kalian bisa lebih puas deh melihatnya, hihihi” ujar mama kemudian. Aku baru tahu kalau papa tidak akan di rumah selama seminggu, tapi ku rasa selama seminggu itu akan terjadi hal-hal yang luar biasa. Aku sungguh penasaran apa yang akan terjadi besok selama seminggu papa tidak di rumah.
. . .
“Oke, papa berangkat dulu yah… ” ucap papa berpamitan pada kami pagi itu.
Tampak sebuah taksi baru saja berhenti di depan rumah.
“Iya Pa... hati-hati di jalan” balas mama sambil mencium tangan suaminya.
“Andi, tolong kamu jaga mama dan adik-adikmu” kata papa kini padaku.
“I..iya Pa”
Papapun masuk ke dalam taksi, tidak lama kemudian taksi itu berangkat sambil diiringi lambaian tangan mama, sungguh mama terlihat seperti istri yang setia, seandainya papa tahu bagaimana kelakuan istrinya itu yang sebenarnya saat dia tidak di rumah. Terlebih saat ini papa akan meninggalkan kami selama satu minggu. Dadaku berdebar-debar membayangkan bagaimana kami akan melalui hari dalam satu minggu ini!
“Eh, kalian nggak sekolah? Buruan siap-siap sana!” suruh mama kemudian pada kami bertiga.
“Ma, kalau aku nggak sekolah boleh nggak?” tanyaku.
“Ya ampuuun, kamu ini sayang, kenapa sih? Pengen lihat lagi?” tanya mama senyum-senyum padaku.
“Iya ma…” Aku lihat Andra dan Bobi seperti ingin mengatakan hal yang sama.
Tampaknya mereka penasaran dengan janji mama waktu itu. Mereka ingin cepat menonton ibu kandung kami ini bersetubuh.
“Hihihi, buru-buru amat sih? Papa kalian kan gak di rumah sayang.. Jadi sepulang sekolah nanti juga bisa kok. Gak boleh malas sekolahnya!”
“Gi..gitu yah ma… ya udah deh” jawabku.
“Iya… udah sana kalian juga siap-siap juga ke sekolah”
“I..iya Ma” jawab Andra dan Bobi serentak.
Setelah bersiap-siap, kamipun pergi ke sekolah. Tapi seperti biasa aku selalu tidak konsen memikirkan apa yang sedang mama lakukan di rumah dan apa yang akan terjadi nanti. Aku ingin cepat-cepat pulang. Aku rasa adik- adikku juga merasakan hal yang sama saat ini.
. . .
Mama hanya senyum-senyum saja kepada kami, dia sepertinya tahu bahwa kami
sudah menunggu-nunggu dari tadi. Benar, sejak kami pulang sekolah tadi aku memang sudah tak sabaran, begitupun dengan kedua adikku. Aku penasaran bagaimana rasanya bersama-sama dengan adik-adikku melihat mama kami disetubuhi orang. Beberapa saat kemudian pak Jupripun muncul. Bukan pak Jupri namanya kalau tidak muncul dengan tawa merendahkan, apalagi kini dia melihat kalau anak-anaknya mama benar-benar berkumpul
untuk melihat ibu kandung mereka bersetubuh.
“Gile! Kalian penasaran banget yah liat mama kalian ngentot? Hahahaha” tawanya sambil melihat kami bertiga.
“Lo lebih jalang karena mau-maunya dientoin di depan anak-anak lo!” ujar pak Jupri kemudian pada mama. Ku lihat mama malah balas tersenyum.
“Oke sekarang liat ya mama kalian gue entotin. Selama seminggu ini gue bakal jadi papa kalian! hahaha” Pak Jupri langsung menarik tangan mama ke kasur. Dia menciumi mama
dengan buasnya di atas ranjang. Sambil asik berciuman sesekali dia melirik ke arah kami, begitupun mama. Pak Jupri juga menelanjangi ibu kandung kami ini pelan-pelan seakan sengaja ingin mengaduk-ngaduk perasaan kami.
Setelah itu dia mulai menyetubuhi mama. Sekarang Mama tidak hanya disetubuhi di depanku saja, tapi di depan semua anak-anaknya. Pak Jupri juga menyuruh kami semua ikut bertelanjang bulat sambil menonton dia menyetubuhi mama. Kamipun menuruti.
"Heh, ngapain lo pada bengong?" bentak Pak Jupri pada kedua adikku yang terlihat bingung harus apa dalam situasi panas seperti ini.
"Hihihi, mereka kan belum pada tau harus apa mas... Andra, Bobi, suka yah liat Mama diginiin sama Pak Jupri?"
"I-iya Ma.." jawab mereka serentak di sebelahku.
"Andra dan Bobi coba ikutin mas Andi yah.." sambil tengah digenjot dari
belakang oleh bandot sialan itu, Mamaku dengan tubuh yang terdorong-dorong
dan mulai berkeringat itu mengajarkan kedua adikku untuk memegang kemaluan mereka sendiri. Mereka lalu mulai mengikuti caraku melakukan onani.
Inilah pertama kalinya kedua adikku melakukan onani, ironisnya justru ibu mereka sendiri yang mengajarkan mereka.
Kami terus onani sambil melihat mama disetubuhi oleh bandot yang sepertinya
tinggal separuh nyawa itu. Di tengah pergumulan mamaku, tiba-tiba adikku Andra bersuara yang sebelumnya hanya terus diam karena terpesona dengan
adegan di ranjang itu, yang akhirnya juga disusul oleh adikku Bobi.
"Maaa.. aku kayak mau pipis maaa.."
"A-aku juga maaa.. eeghh.."
"Keluarin aja sayang... gak usah takut, ayo pipis aja.."
"Maaa!"
Dengan tubuh mengejang tak beraturan akhirnya kami semua memuncratkan
sperma kami. Tidak hanya aku, tapi adik-adikku juga yang sudah terangsang
berat menonton mama disetubuhi. Kami menumpahkan sperma kami di tubuh ibu kandung kami ini. Adik bungsuku Bobi yang baru kelas 5 SD dengan penis belum disunat itu bahkan menumpahkannya di wajah mama.
“Duh, kalian ini nakal banget sih? Mama sendiri dipejuin rame-rame gini, hihihi” respon mama yang malah tertawa melihat kami.
“Maaf ma…”
“Hihihi…Gak apa kok”
Seketika setelah tubuh dan wajah Mama sudah belepotan peju kami, mendadak
Mama mulai terdiam sambil meremas sprei kasur yang memang sudah acak-acakan. Aku melihat wajah Mama seperti menahan sesuatu sambil menggigit bibir bawahnya di tengah genjotan bandot tua itu, yang selalu membuat tubuh seksi dengan perut buncit itu terpelanting kedepan dan kebelakang dengan sangat kasar!
Akhirnya tubuh Mama mengejang disertai jeritan mereka berdua bersamaan, dan ambruk di atas kasur yang biasa ditiduri oleh Mama dan Papa, yang kini malah menjadi tempat perzinahan antara Mama dengan lelaki tetangga sebelah. Mengenaskan memang, tapi sensasi ini membuatku ingin terus melihat pergumulan mereka. Tampak kini tubuh putih Mama ditindih pria tua berkulit hitam itu sambil berusaha mengatur nafas.
“Eh, mereka semua kayaknya nafsu sama lo tuh Lisa, gimana kalau lo bolehin
mereka ngentotin lo, hehehe” ujar pak Jupri setelah selesai menumpahkan spermanya ke dalam tubuh mama. Tentu saja membuat kami semua ibu dan anak terkejut.
“Jangan ah mas, masa adek disetubuhi anak-anak sendiri” tolak mama.
“Mau dong Lis, tuh mereka semua pasti kepengen tuh, iya nggak? Kalian pengen kan ngerasain ngentotin mama kalian ini? Huahahaha” kami hanya diam, mungkin malu mengakui kalau kami memang penasaran ingin merasakan
tubuh mama.
“Tapi kan Mas…”
“Udah… coba lo tanya ke anak-anak lo sana!” suruh pak Jupri terus mendesak
mama. Mama tampak bingung, meski begitu mama kemudian betul-betul
menanyakannya pada kami.
“Emm…Kalian pengen ngentotin mama juga?” tanya mama tetap dengan senyum manisnya pada kami. Dadaku sungguh berdebar dengan kencang
ditanyai mama seperti itu.
“E..emang boleh ma?”
“Gak tahu tuh pak Jupri, penasaran banget tuh kayaknya pengen liat kita ibu
dan anak-anaknya berzinah, hihihi” ucap mama sambil tersenyum melirik ke
arah pak Jupri.
“Hmm….Kalau kalian emang mau mama kasih, tapi cuma sekali aja, agar kalian belajar mengenal seks” ucap mama lagi.
Aku terkejut. Aku tidak mengira kalau mama akhirnya benar-benar akan
membolehkannya. Sekarang aku justru berterima kasih pada pak Jupri karena
omongannya itu aku benar-benar akan bisa menyetubuhi mama.
“Mau Ma…” jawabku. Andra dan Bobi juga mengiyakan.
“Hihihi, dasar kalian…”
“Huahahaha, mantab deh, oke sekarang gue mau istirahat sambil nonton kalian
aja, hahaha” tawa pak Jupri sambil beranjak dari kasur menuju kursi rias
mama dengan tetap terus memperhatikan kami berempat.
"Eemmm.. siapa dulu ya yang mau main sama mama?" tanya mama pada kami
sambil tersenyum manis walau aku sempat mendengar sedikit keraguan dari
nada bicara mama.
“Aku dulu mah”
“Nggak ma, aku”
“Aku dulu dong ma” pinta kami berebutan ingin segera merasakan enaknya tidur dalam pelukan mama dalam keadan telanjang. Pak jupri sampai tertawa ngakak melihat kami.
“Hihihi... kok jadi ngerebutin mama sih? Andi, kamu kan sudah sering sayang,
kamu ngalah sama adik-adikmu dulu yah” ujar mama mencoba mengatur.
“Tapi kan aku belum pernah masukin ke itunya mama”
“Hihihi, iya… tapi nanti kamu pasti dapat juga kok, oke?”
“….Oke deh Ma” jawabku, ku turuti saja perkataan mama.
"Berarti aku dulu yah ma?” pinta Andra semangat.
"Kamu juga ngalah dulu yah… kasih Bobi dulu yah sayang, setelah ini baru giliran kamu, yah sayang… mama gak kemana-mana kok"
"I-iya ma.." jawab Andra terpaksa, walaupun begitu penisnya yang tadi melemas mulai mengacung lagi melihat Bobi mendekati mama. Adik kami yang paling kecil dengan penisnya yang belum disunat itu tetap bisa mengacung
dengan keras. Dengan telaten mama lalu membimbing Bobi untuk mendekatinya.
"Bobi tau kan ini namanya apa?"
"I-iya ma, ini titit"
"Hihihi.. iya Bobi, atau penis, disebut kontol juga boleh” ajar mama pada anak
bungsunya itu. Bobi mengangguk-angguk.
“Nah… masukinnya ke dalam sini" sambil mama menunjuk kearah vaginannya yang tebal dan penuh bulu kemaluan itu.
"Terus kalau yang keluar pipis yang putih kental tadi itu apa ma?"
"Hihihi... itu namanya sperma sayang, kalau Bobi masukin penisnya ke dalam sini terus keluar pipis kental tadi, suatu saat bisa jadi anak di dalam sini.. namanya bikin anak, hihihi" terang mama lagi. Aku jadi gemetaran membayangkan kalau mama hamil oleh anak-anaknya sendiri.
"Oooh.. gitu ya ma? Jadi yang di dalam perut mama itu dari Papa ya Ma?" tanya Bobi dengan lugu. Padahal itu bukan anak dari Papa, bahkan mengetahui Bobi dan Andra juga bukan hasil dari Papa agak membuatku tak nyaman. Tapi memikirkan kalau mamaku yang cantik ini sudah pernah dibuahi bermacam-macam lelaki malah semakin membuat aku terangsang.
"Eemmm.. i-iya Bobi.." jawab mama berusaha menutupi kegugupannya sambil
melirik kearahku seolah ingin aku tak membuka rahasia ini. Sedang kulihat Pak
Jupri di belakangku masih terus terkekeh-kekeh saja melihat kami, muak rasanya melihat tua bandot itu melecehkan kami.
"Ma, Bobi pengen bikin anak juga yah ma.."
"Hihi, sini sayang.. kita bikin anak yah.." mama menerima Bobi sambil mengambil posisi telentang dengan melebarkan kedua pahanya. Sambil mama menuntun Bobi untuk berada naik ke atas tubuhnya, Bobi pelan-pelan mengarahkan penisnya pada mulut vagina mama.
"M-maa.. g-gelii.."
"Pelan-pelan aja sayaang.. gak usah buru-buru.."
Kulihat Bobi seperti gemetaran saat penis mungilnya mulai masuk ke dalam
vagina mama, di tempat dia dilahirkan dulu. Pemandangan yang ganjil tentunya
melihat tubuh wanita dewasa sedang disetubuhi oleh seorang anak kecil,
apalagi itu adalah ibu dan anak kandung. Sambil memeluk mamaku dengan perut yang membuncit itu, tak lama kemudian badan Bobi mulai mengejang.
"Maa.. maaa..."
"Enak yah sayang?"
"I-iya, maa.. Bobi mau pipis lagii.."
"Iya sayang, pipisin mama yah.. pipis di dalam perut mama.." jawab mamaku
sambil terus membelai pundak Bobi yang seketika itu langsung menegang
tubuhnya, sepertinya ia sudah menumpahkan pejunya ke dalam vagina mama. Melihat pemandangan tak wajar ini malah membuatku semakin ingin ikut
berganti posisi untuk berada di atas mamaku. Sungguh gila, aku kini tak
memikirkan lagi bahwa yang kuinginkan ini adalah sesuatu yang sangat
terlarang.
Kini giliran Andra yang terlihat sudah tidak sabar untuk menggagahi mama kandungnya sendiri. Bahkan seperti terhipnotis oleh kecantikan dan
kemolekan mama dengan perut buncitnya, Andra yang sudah SMP itu
mulai agak berani meminta mama untuk menungging seperti ketika mama
melakukan dengan Pak Jupri. Melihat mama begitu sabar dan telaten
membimbing kami membuatku semakin terpesona dengan pesona dan sifat
keibuannya. Semakin membuatku ingin menyayanginya lebih, tidak hanya ingin
merasakan hangatnya tubuh mama, tapi ingin memberikan kepuasan juga pada
mama seperti yang diberikan oleh Pak Jupri, bahkan aku ingin lebih dari si
bandot tua itu.

Andra yang tak lama bertahan menghadapi rangsangan dari mama
akhirnya ambruk dan menyingkir untuk memberikan giliran terakhir padaku.
Inilah saat yang kunanti-nantikan. Sambil mendekati mama aku terus
melihat wajah mamaku yang cantik, bahkan dengan berpeluh keringat dan
make up yang luntur itu justru semakin membuat mama terlihat menggoda.
"Andii.. kamu sudah sunat kan sayang?"
"I-iya ma.. kenapa?"
"Pelan-pelan aja yah goyangin mamanya.. hihi.."
"Kenapa harus pelan ma?" tanyaku bingung sambil melihat wajah mama yang
bersemu merah.
"Emm.. Kalau sudah sunat kan burung kamu bakal lebih sensitif... mama pengen kamu agak lamaan mainnya sama mama... yah?" pinta mama sambil
menggigit bibir bawahnya dengan tingkah yang menggemaskan. Mama terlihat
seperti bukan mamaku lagi, tetapi seperti wanita yang sedang menggoda
seorang lelaki untuk menikmati persetubuhan ini.
Tak tahan mendengar ajakan mama akupun mulai memegang pinggul kanan
kiri mamaku. Masih dengan posisi merangkak membelakangiku, dengan
telaten sebelah tangan mama terjulur dari celah kedua paha mulusnya
menggenggam batang kontolku dengan lembut. Dituntunnya penisku ke arah
mulut vaginanya. Tubuhku langsung berdesir begitu kepala kontolku
menyentuh permukaan vagina mama.
"Udah siap sayang? Dorong pelan-pelan yah" dengan bersuara lembut mama
memintaku untuk mendorong masuk.
Benar yang mama ucapkan, aku merasakan sensasi yang sangat luar
biasa ketika penisku menyeruak masuk ke dalam lubang peranakan mama. Aku merasakan dinding hangat sedang menjepit dan mengurut-urut batang
pelirku di dalam sana. Seperti tak sadar aku mulai kalut dan menggerakkan
pinggulku sampai akhirnya mama menahan dengan memegang pinggulku.
"Pelan-pelan aja sayang... nanti kamu cepet loh pipisnya, hihi"
"Iya ma... Aku udah hampir pipis ma..".
"Hahaha! Dasar perempuan lacur... anaknya sendiri dimakan, hahaha!" pak
Jupri kembali meledek kami.
"Iiih, kan mas yang suruh tadii.. iya kan Andi?" Aku tidak ingin mempedulikan
omongan pak Jupri, aku hanya ingin meresapi nikmatnya menggenjot ibu
kandungku ini.
"Hahaha! Ya udah, lo nikmatin aja perzinahan sama anakmu itu... gue pengen lihat, sampai sekuat apa anakmu itu.. Heh, Andi! Kalo ngentotin mamamu
itu jangan pelan-pelan, kayak om donk... yang kuat, genjot terus... entotin
sampai mamamu jejeritan kayak anjing lagi kawin.. hahaha!" Semakin lama
hinaan lelaki tua itu pada mamaku semakin menjadi-jadi, tapi semakin
menghina kurasakan nafas mama malah semakin berat dan gerakannya pinggul juga lekuk-lekuk lenting tubuh mama
juga semakin erotis.
Melihat mamaku semakin mendesah tak karuan dengan goyangan pinggulnya
yang semakin kencang membentru-bentur pahaku membuatku hampir
mencapai puncakku. Membayangkan mamaku yang mau-mau saja tubuh seksi
dan cantiknya ini dinikmati orang-orang seperti Pak Jupri dan entah siapa lagi
yang sudah menggagahinya membuatku semakin kuat mencengkeram pinggul
mamaku. Aku kesetanan menggauli mamaku sendiri.
"Andih.. Andiih.. Aahhh.. Paah.. Uuuhh.." Racau mama tak karuan tiap kali
kugenjot tubuhnya yang membuat buah dadanya dan perut buncitnya
menggantung indah itu terpelanting maju mundur.
"Genjot terus Andi! Yang kasar Ndi, jangan kasih ampun mamamu itu... rumah gedongan, suami kaya raya, punya anak, tapi kelakuan kayak lonte, mau
ngentot sama siapa aja, hahaha!" leceh pak Jupri lagi.
"Ngghhh.. Andiii.. aaahh!" jerit mamaku akhirnya menegang dan melekukkan
tubuhnya, aku juga menyusulnya karena aku tak tahan lagi melihat reaksi
mamaku yang dihina-hina seperti itu malah jadi terangsang hebat. Sambil
menghujam dalam-dalam penisku hingga kurasakan ujung kepala otongku
kepentok sesuatu di dalam sana dan kusemburkan semua peju ke dalam
peranakan mama yang sudah berisi seorang adik itu. Yaitu adikku sendiri,
dari lelaki yang bukan papaku.
Selesai bertempur habis-habisan dengan mamaku, mamaku ambruk menyamping untuk melindungi kandungan dalam perutnya, sedang aku menyamping menghadap mamaku yang masih mengambil nafas dengan tubuh mengkilap berpeluh keringat. Aku tidak lagi mempedulikan orang sekitar kami saat ini. Aku tahu kalau kedua adikku itu terpaku melihat persetubuhan kami
berdua. Tinggal menunggu waktu saja mereka akan meminta lagi pada mama.
. . .
Hari semakin malam dan gelap, lampu di rumah yang besar ini belum dihidupkanj uga, kecuali lampu kamar mama. Di mana para penghuni rumah ini masih berkumpul dan tak keluar kamar dari semenjak siang tadi. Semenjak siang penghuni rumah yang berkelamin laki-laki sibuk menyetubuhi satu-satunya wanita di rumah ini, yaitu mama. Sedang para penghuni-penghuni pria itu tak lain adalah anak-anak kandung mama sendiri, aku dan kedua adikku Andra dan Bobi.
Sepeninggal Pak Jupri sore tadi karena tidak bisa berlama-lama meninggalkan
istri dan anaknya itu, kami masih terus berada di dalam kamar mama. Terus
bermain berempat bersama mama hingga tak ingat waktu lagi. yang kami ingat
hanyalah kemolekan dan keindahan mama ketika sedang saling kami setubuhi
dengan bergantian. Kadang secara bersamaan sekaligus. Rasa kagetku pada
mama kini sudah sirna. Aku sudah tak perduli senakal apa mamaku ini
sebenarnya, yang penting mama masih menyayangi kami dan masih mau membagi waktu untuk kami. .
"Udah puas anak-anak mama?"
"Udah ma.. tapi malam ini aku tidur di sini yah ma?" ujar Andra yang diikuti oleh
Bobi.
"Waah.. bisa-bisa kita berempat nanti malah gak bobok doonkk.."
"Yaah mamaa, boleh dong… nanti aku bilangin Papa lho" ujar Bobi yang persis
meniru omonganku waktu itu.
"Eeeh, kecil-kecil anak mama udah suka ngancem mamanya yah? Sini deh, mama peluk semuanya.. tapi awas yah, jangan bilang papa! Hihihi"
"Horeee!" seru mereka berdua seolah seperti memiliki mainan baru, aku hanya
tersenyum kecil melihat tingkah mereka yang begitu bahagia mendapat perhatian dari mama.
Aku antusias bagaimana kami akan melewati satu minggu tanpa papa di
rumah. Pastinya hari-hari kami akan selalu dipenuhi cerita perzinahan ibu dan
anak-anaknya. Bahkan mungkin setelah papa pulang nanti kami akan terus
melakukannya diam-diam di belakang papa. Entah itu hanya antara mama
dengan anak-anaknya, ataupun beserta pak Jupri juga, atau bakal ada pria lain
lagi?? Entahlah… Apapun itu kasihan papa, tapi mau gimana lagi, kami udah
terlanjur asik sih.
Pa, maafkan kami yah, batinku menatap foto pernikahan papa dan mama di tepi ranjang.
“Kamu ngelamun apa sih Ndi? Sini peluk mama”
“Eh, iya ma… hehe”
Tamat

Komentar